KARO - Persoalan pungutan liar (Pungli) yang dilakukan kepala puskesmas (Kapus) Dolat Rayat, dr Diah Pitaloka br Tarigan terhadap 40 orang tenaga kesehatan (Nakes) sebesar Rp 650 ribu per orang untuk peningkatan kualitas mutu layanan kesehatan (Akreditasi), perlu diaudit Inspektorat Karo.
Begitu juga dengan setoran uang 'Takut' bidan desa, yang wajib dibayar ke puskesmas per bulannya. Pungutan yang mencapai Rp 4 juta perbulan ke puskesmas, yang disebut-sebut disetor lagi ke Dinas Kesehatan, butuh perhatian khusus dari Inspektorat atau aparat penegak hukum (APH).
Sebab, patut diduga seluruh bidan desa yang bertugas di 19 Puskesmas di Kabupaten Karo, juga menyetor uang 'Takut' untuk disetorkan ke Dinas Kesehatan. Begitu juga dengan biaya akreditasi yang dibebankan ke tenaga kesehatan.
"Bisa saja pungutan itu, sudah berlangsung lama. Hal ini tentunya perlu segera diaudit Inspektorat dan APH. Setahu saya, tidak boleh ada pungutan untuk akreditasi dan setoran uang takut bidan desa ke Kapus, " ujar seorang aktifis Karo, Julia br Sukatendel (45) di Kabanjahe, Kamis (08/02-2024).
Dikatakannya, pemerintah pusat melalui Kemenkes, telah menyalurkan dana alokasi khusus (DAK) non fisik bidang kesehatan ke setiap puskesmas melalui dinkes, berupa bantuan biaya operasional kesehatan (BOK) seperti Jampersal dan Akreditasi.
Jika 19 Puskesmas di Karo, benar-benar ada setoran perbulan ke dinas dan semua bidan desa wajib ada setoran Rp. 250-300 ribu perbulannya juga. Tentunya, hal ini sudah melanggar aturan, dan perlu diaudit serta dievaluasi kembali jabatan setiap Kapus dan Kadis.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
"Uang-uang setoran itu, perlu ditelusuri. Kemana alirannya, jangan-jangan bupati juga turut menikmati uang-uang yang dipungut itu. Namun begitu, kita harus mengumpul data dan bahan keterangan lagi ke beberapa puskesmas. Agar bisa dilaporkan ke kejaksaan, " ujarnya mengakhiri.
(Anita Theresia Manua)